Lahir : Yogyakarta, tahun 1900
Meninggal : Setu Pon, tanggal 14 Juli 1990
Di makamkan : Argo Semanggi di Gunung Semanggi
Almarhum R. M. Martopangarso juga
seorang tokoh spiritual uang menjadi enconnya R. M. Budi Utomo almarhum. Beliau
sejak masih jejaka (mudanya) juga senang bertarakbroto (tirakat), juga tidak
ketinggalan beliau berguru kepada orang yang dianggap lebih (pintar) bagi
beliau. Dalam parugon-parugon belau sangat mengagumkan gurunya, karena sangat
cerdas dan trampil menerima wejangan.
Beliau sering juga pergi tirakat ke
gunung-gunung, kungkum di tempuran, apalagi dipesisir selatan, tidak
ketinggalan ke makamnya para leluhur dan raja-raja di tanah Jawa yang keramat,
dan lain sebagainya. Pada suatu hari beliau bertapa di Guwa Langse, disanalah
beliau mendapatkan ilham/ dawuh untuk memetri adat naluri “kejawen” bagi
orang-orang Jawa untuk menyongsong adanya/ timbulnya Negara Dowo (bhs. Jawa)
panjang yang akan datang dan hilangnya penjajah dari bumi Nusantara.
Didalam dawuh itu menyebutkan agar beliau
melanjutkan topobroto ke Gunung Semanggi daerah Bnatul (sebelah selatan pabrik
gula Madukismo). Disitulah beliau menemukan sumber (sendang) yang bernama
sendang Titis. Disitu pulalah beliau mendapat ilham bahwa sendang tersebut
berisi kekuatan gaib untuk mensucikan pikiran-pikiran yang sedang kalut.
Selanjutnya, sumber (sendang) itu
besuk dapat dipergunakan sebagai sarana untuk sesuci khususnya bagi para siswa
yang akan mengikuti “necep” ajaran dari beliau dan bagi orang-orang pada
umumnya, yang menginginkan daya wening atau obat penyembuh bagi orang yang
sakit. Dawuh selanjutnya R. M. Martopangarso akan mendapatkan sahabat karip
yang seajaran “(tunggal kawruh)” di Sendang Jumprit di daerah Wonosobo.
Pada tahun 1941 pergilah R. M.
Martopangarso kungkum di Sendang Jumprit tersebut. Tidak terbayang sebelumnya
bahwa beliau dapat bertemu dengan R. M. Budi Utomo yang kebetulan juga sedang
laku broto “(kungkum)” di sendang tersebut.
Kedua beliau akhirnya mendapat ilham
dari Tuhan Yang Maha Esa agar bersatu “(golong sawiji)” untuk mengembangkan
ajarannya Budi Pekerti Luhur “(kebatinan)”. Terjadilah kesepakatan kedua beliau
untuk mengikat janji dalam rangka mengembangkan ajaran “Kejawen”.
Sejak saat itulah dimulailah R. M.
Budi Utomo bersama R. M. Martopangarso dalam mengembangkan “kawruh naluri
kejawen” atau “ngelmu kasampurnaning urip lahir batin” di dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar